Rabu, 16 Februari 2011

A Dream - Ai

Aku berada di suatu tempat yang tampak familiar. Aku tidak yakin di mana aku berada, tapi saat itu aku yakin aku akan bertemu dengan seseorang. Belum pernah aku merasa seyakin itu dalam diri, bahwa itulah saat yang sudah lama aku tunggu-tunggu. Aku mendengar rintik hujan deras, merasakan dinginnya hembusan angin dan saat aku menarik nafas dalam-dalam, jantungku berdebar semakin kencang saat menghirup wangi tanah basah bercampur wangi talc yang merupakan wangi nafas tubuhnya yang sangat kuingat jelas hingga kini, walau berbulan-bulan sudah berlalu.

Dan di sanalah dia ... begitu nyata. Setiap tanda dalam dirinya yang kuingat jelas, yang selama ini hanya bermain dalam imaji, kini hadir di hadapanku. Aku terperangah, kehilangan kemampuan untuk bicara. Air mata mengenang di pelupuk, namun kutahan kuat-kuat.

"Ai..." ia tersenyum padaku. "Apa kabarmu?"

"Baik ..." sahutku gemetar.

Aku ingin segera menghambur ke arahnya, meraih tangannya, menatap mata elangnya dan mengucapkan semua hal yang selama ini hanya berani bermain dalam pikiranku. Aku ingin berkata aku kangen padanya dan bahwa aku sangat, sangat menyayanginya. Tapi sesuatu menahanku. Aku tidak bisa mengatakan itu padanya. Aku hanya bisa diam di sana, dengan air mata yang mulai kurasakan berkumpul kembali. Sekali ini, dua bulir meluncur menuruni pipiku.

"Ai, ada apa?" ia bertanya, tangannya meraih ke arahku. "Kenapa kamu menangis?"

Aku meraih tangannya, kugenggam erat-erat. Telapaknya dingin, ujung jemarinya agak kasar, persis seperti yang kuingat ketika tangan kami tak sengaja bersentuhan dulu. "Kenapa sih kita harus kayak begini terus?" tanyaku. "Selalu kayak gini. so close yet so far ... itu nyakitin banget."

Ia hanya tersenyum lembut padaku. Tatapan matanya seolah mencoba menenangkanku. SEkali ini aku tidak memalingkan wajah dari senyumnya. Aku ingin terus menatap senyum indahnya itu, yang kini nyata di hadapanku.

"Saya sayang kamu ..." tatapan matanya seolah berkata.

Belum sempat aku mengucapkan sesuatu sebagai balasan, mataku terbuka dan aku berada di dalam kamarku. Sendirian. Sementara hujan deras turun di luar sana, menghembuskan hawa dingin dari sela-sela teralis jendela.

Aku meraih boneka-boneka hadiah dari Zee dan Vhe, dan kupeluk erat-erat sambil menahan tangis.

2 komentar: